Cara Menghitung Analisis Biaya Volume Laba
BAB II
ANALISIS BIAYA VOLUME LABA SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA
1. Pengertian Perencanaan Laba
Berhasil atau tidaknya suatu perusahaan ditandai dengan kemampuan manajemen dalam melihat kemungkinan dan kesempatan di masa yang akan datang, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu, tugas manajemen adalah merencanakan masa depan perusahaannya. Perencanaan pada dasarnya merupakan kegiatan membentuk masa depan sekarang. Kegiatan pokok manajemen dalam perencanaan adalah memutuskan sekarang berbagai macam alternatif dan perumusan kebijakan yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang. Laba yang diperoleh perusahaan merupakan ukuran yang seringkali digunakan untuk menilai berhasil atau tidaknya manajemen perusahaan (Mulyadi, 2001).
Menurut Carter dan Usry (2002) perencanaan laba (profit planning) adalah pengembangan dari suatu rencana operasi guna mencapai cita-cita dan tujuan perusahaan. Laba adalah penting dalam perencanaan karena tujuan utama dari suatu perencanaan adalah laba yang memuaskan. Perencanaan laba yang baik adalah sulit karena ada kekuatan-kekuatan eksternal mempengaruhi bisnis seperti perubahan teknologi, tindakan pesaing, ekonomi, demografi, selera serta pilihan pelanggan, perilaku sosial, faktor-faktor politik. Kekuatan-
kekuatan tersebut umumnya berada di luar kendali perusahaan sehingga sulit untuk diprediksi. Perencanaan laba dibagi menjadi dua yaitu perencanaan laba jangka panjang dan perencanaan laba jangka pendek.
1. Menetapkan Tujuan Laba
Pada dasarnya, tiga pendekatan yang berbeda dapat diikuti dalam menetapkan tujuan laba (Carter dan Usry, 2002):
- Metode priori, tujuan laba mendominasi perencanaan. Pertama-tama manajemen menentukan tingkat pengembalian yang diinginkan dan berusaha untuk merealisasikannya melalui perencanaan.
- Metode posteriori, tujuan laba berada di bawah perencanaan dan diidentifikasikan sebagai hasil dari perencanaan.
- Metode pragmantis, manajemen menggunakan suatu standar laba yang telah diuji dan dibuktikan melalui pengalaman.
Dalam menentukan tujuan laba, manajemen sebaiknya mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini :
- Laba atau rugi yang diakibatkan dari volume penjualan tertentu.
- Volume penjualan yang diperlukan untuk menutup semua biaya plus menghasilkan laba yang mencukupi untuk membayar dividen serta menyediakan kebutuhan bisnis masa depan.
- Titik impas.
- Volume penjualan yang dapat dicapai dengan kapasitas operasi sekarang.
- Kapasitas operasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan laba.
- Pengembalian atas modal yang digunakan.
2. Keuntungan dan Keterbatasan Perencanaan Laba
a. Keuntungan perencanaan laba sebagai berikut (Carter dan Usry, 2002):
- Perencanaan laba menyediakan suatu pendekatan yang disiplin atas identifikasi dan penyelesaian masalah.
- Perencanaan laba menyediakan pengarahan ke semua tingkatan manajemen.
- Perencanaan laba meningkatkan koordinasi. Hal tersebut memberikan suatu cara untuk menyesuaikan usaha-usaha dalam mencapai cita-cita.
- Perencanaan laba menyediakan suatu cara untuk memperoleh ide dan kerja sama dari semua tingkatan manajemen.
- Perencanaan laba menyediakan suatu tolok ukur untuk mengevaluasi kinerja aktual dan meningkatkan kemampuan dari individu-individu.
b. Keterbatasan perencanaan laba sebagai berikut (Carter dan Usry, 2002):
- Prediksi bukan suatu ilmu pengetahuan pasti, ada sejumlah pertimbangan dalam estimasi manapun. Perencanaan laba harus didasarkan pada prediksi atau kejadian di masa depan sehingga besar kemungkinan terjadi kesalahan.
- Perencanaan laba dapat memfokuskan perhatian manajemen pada cita-cita (seperti tingkat produksi yang tinggi atau tingkat penjualan kredit yang tinggi) yang tidak selalu sesuai dengan tujuan keseluruhan dari organisasi.
- Perencanaan laba harus memperoleh komitmen dari manajemen puncak dan kerja sama dari semua anggota manajemen.
- Penggunaan anggaran secara berlebihan sebagai alat evaluasi dapat menyebabkan perilaku disfungsional.
- Perencanaan laba tidak menghilangkan atau menggantikan peranan administrasi. Rencana laba didesain untuk menyediakan informasi yang terinci yang memungkinkan eksekutif mengarahkan perusahaan ke tujuan organisasi.
- Penyusunan perencanaan laba memakan waktu.
Contoh (Mowen, Hansen, 2005): Young Products memproduksi rak mantel. Proyeksi penjualan untuk kuartal pertama tahun yang akan datang dan persediaan awal serta akhir adalah sebagai berikut:
Unit Penjualan | 100,000 |
Harga Per Unit | Rp 15.00 |
Unit dalam Persediaan Awal | 8,000 |
Unit dalam Persediaan Akhir yang Ditargetkan | 12,000 |
Rak mantel dicetak dan kemudian dicat. Masing-masing rak membutuhkan empat pon logam yang bernilai Rp 2,5 per pon. Persediaan awal bahan baku adalah 4.000 pon. Young Products ingin memiliki 6.000 pon logam dalam persediaan di akhir tersebut. Tiap rak yang diproduksi membutuhkan 30 menit jam tenaga kerja langsung yang dibebankan sebesar Rp 9 per jam.
Perhitungan perencanaannya menjadi: RUDI
Young Products Anggaran Penjualan Untuk Kuartal Pertama | |
---|---|
Unit | 100,000 |
Harga per unit | Rp 15 |
Penjualan | Rp 1.500.000 |
Young Products Anggaran Produksi Untuk Kuartal Pertama
Penjualan (dalam unit) 100.000
Persediaan akhir yang
diinginkan 12.000
Total yang dibutuhkan 112.000
Persediaan awal -8.000
Unit yang diproduksi 104.000
Young Products
Anggaran Pembelian Bahan Baku Langsung Untuk Kuartal Pertama
Unit yang diproduksi
Bahan baku langsung per unit (pon) 104.000
x 4
Produksi yang dibutuhkan (pon) 416.000
Persediaan akhir yang dibutuhkan
(pon) 6.000
Total yang dibutuhkan (pon) 422.000
Persediaan awal (pon) -4.000
Bahan baku yang perlu dibeli (pon)
Biaya per pon 418.000
Rp 2,5
Total biaya pembelian Rp 1.045.000
Young Products Anggaran Tenaga Kerja Langsung
Untuk Kuartal Pertama
Unit yang diproduksi Tenaga kerja jam per unit 104.000
x 0,5
Total jam yang dibutuhkan Biaya per jam 52.000
x Rp 9
Total biaya tenaga kerja langsung Rp 468.000
II. 2. Analisis Biaya Volume Laba
Analisis biaya volume laba memfokuskan pada hubungan antara lima faktor berikut (Jackson, Sawyers, 2006):
1. Harga dari produk atau jasa.
2. Volume produk dan jasa yang diproduksi dan terjual.
3. Biaya variabel per unit.
4. Biaya tetap total.
5. Bauran produk dan jasa yang dihasilkan.
Analisis biaya volume laba merupakan teknik untuk menghitung dampak perubahan harga jual, volume penjualan dan biaya terhadap laba untuk membantu manajer dalam perencanaan laba jangka pendek (Mulyadi, 2001). Menurut Atkinson dan Kaplan Analisis Biaya volume laba merupakan suatu proses bagaimana perbedaan biaya dan laba dengan berubahnya volume. Analisis biaya volume laba merupakan suatu alat yang menyediakan informasi bagi manajemen tentang hubungan antara biaya, laba, bauran produk dan
volume penjualan untuk mencapai target laba pada level tertentu (Carter, 2006).
Beberapa asumsi dalam analisis biaya volume laba antara lain (Mowen, Hansen, 2005):
1. Asumsi analisis fungsi pendapatan dan biaya linear.
2. Asumsi analisis bahwa harga, total biaya tetap, dan unit biaya variabel dapat diidentifikasi secara akurat dan tetap konstan melebihi batas relevan.
3. Asumsi analisis bahwa apa yang diproduksi dapat dijual.
4. Untuk analisis multi produk, bauran penjualan diasumsikan diketahui.
5. Harga jual dan biaya diasumsikan diketahui dengan pasti.
Analisis biaya volume laba merupakan suatu alat yang sangat berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan yang menekankan keterkaitan antara biaya, volume penjualan dan harga. Jadi, untuk mengetahui bagaimana pendapatan, beban dan laba berperilaku ketika volume berubah, analisis biaya volume laba dapat dimulai dengan menentukan titik impas perusahaan (Mowen, Hansen, 2005).
Menurut Mowen dan Hansen (2005) Analisis titik impas adalah titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya, titik dimana laba sama dengan nol. Menurut Charles T. Horngren, Srikant M Datar, dan Gorge Foster (2003) mendefinisikan titik impas adalah volume penjualan dimana pendapatan dan jumlah bebannya sama, tidak terdapat laba maupun rugi
bersih. Titik impas merupakan tingkat penjualan dimana kontribusi margin hanya menutup biaya tetap dan konsekuensi pendapatan bersih sama dengan nol (Jackson, Sawyers, 2006). Impas adalah keadaan suatu usaha yang tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi. Dengan kata lain, suatu usaha dikatakan impas jika jumlah pendapatan sama dengan jumlah biaya atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja (Mulyadi, 2001).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa analisis titik impas adalah suatu cara atau alat atau teknik yang digunakan untuk mengetahui volume kegiatan produksi (usaha) dimana dari volume produksi tersebut perusahaan tidak memperoleh laba dan juga tidak menderita rugi. Manajemen memerlukan informasi impas (break even) untuk mengetahui tingkat penjualan yang mesti dicapai sehingga tidak menderita kerugian, batas minimum volume yang harus diraih perusahaan dan diharapkan dapat mengambil langkah yang tepat untuk masa yang akan datang
Ada dua cara untuk menentukan impas: pendekatan teknik persamaan dan pendekatan grafik. Penentuan impas dengan teknik persamaan dilakukan dengan mendasarkan pada persamaan pendapatan sama dengan biaya ditambah laba, sedangkan penentuan impas dengan pendekatan grafik dilakukan dengan cara mencari titik potong antara garis pendapatan penjualan dan garis biaya dalam suatu grafik yang disebut grafik impas (Mulyadi, 2001)
a. Perhitungan Impas dengan Pendekatan Teknik Persamaan
Titik impas dengan pendekatan persamaan dapat dinyatakan dalam jumlah unit yang terjual guna menghasilkan laba yang ditargetkan dan dalam rupiah penjualan untuk menemukan titik impas dalam jumlah unit yang terjual, perusahaan memfokuskan pada laba operasi.
1. Titik impas dalam unit yang terjual
Laba adalah sama dengan pendapatan penjualan dikurangi dengan biaya atau dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:
Keterangan:
y = laba operasi
c = harga jual per satuan
x = jumlah produk yang dijual b = biaya variabel per satuan a = biaya tetap
Berdasarkan definisi suatu perusahaan akan mencapai keadaan impas jika jumlah pendapatan sama dengan jumlah biaya
(laba = nol, y = 0) dan kemudian memecahkan persamaan laba operasi untuk jumlah unit.
Jadi, rumus titik impas dalam satuan unit yang terjual dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut (Mulyadi, 2001):
Unit impas= Biaya Tetap
Harga jual per unit – Biaya variabel per unit
Titik impas dapat juga dihitung dengan menggunakan margin kontribusi. Margin kontribusi adalah pendapatan penjualan dikurangi total biaya variabel. Pada impas, margin kontribusi sama dengan beban tetap. Apabila mengganti margin kontribusi per unit untuk harga dikurangi biaya variabel per unit pada persamaan laba operasi dan memperoleh jumlah unit, maka persamaan dasar impas menjadi sebagai berikut (Mowen, Hansen, 2005):
Biaya Tetap
Unit impas= Margin kontribusi per unit
Meskipun titik impas merupakan informasi yang berguna, namun kebanyakan perusahaan ingin memperoleh laba operasi lebih besar daripada nol. Analisis Biaya Volume Laba menyediakan suatu cara untuk menentukan berapa unit yang harus dijual untuk menghasilkan target laba tertentu. Target laba dapat dinyatakan dalam jumlah rupiah atau persentase dari pendapatan penjualan. Persamaan analisis titik impas untuk memperoleh target laba adalah (Mowen, Hansen, 2005):
Jumlah unit untuk memperoleh target laba= Biaya tetap+Target laba
Harga–Biaya variabel per unit
Contoh (Mowen,Hansen,2005): Perusahaan Whittier memproduksi mesin pemotong rumput untuk tahun yang akan datang pengawas telah menyusun proyeksi laporan laba rugi sebagai berikut:
Penjualan (1000unit @ Rp400,-) Beban variabel Rp 400.000
-325.000
Margin kontribusi Beban tetap 75.000
-45.000
Laba operasi 30.000
Maka titik impas dengan rumus unit produk yang terjual:
Rp45.000
Unit impas = Rp400 - Rp325 =
Rp45.000
Rp75 =600 unit
Jika dihitung dengan margin kontribusi maka perhitungannya sebagai berikut:
Margin kontribusi per unit Rp75,- per unit (Rp75.000,-/1.000 atau Rp400 - Rp325).
Unit impas=Unit impas =
Rp45.000 = 600 unit Rp75
Contoh (Mowen,Hansen,2005): Dengan asumsi soal sama dengan contoh di atas, namun Perusahaan Whittier ingin memperoleh laba operasi sebesar Rp 60.000,-.
Perhitungan unit yang diperoleh untuk mencapai target laba sebagai berikut:
Jumlah unit untuk memperoleh target laba= 45000 +60000
400–325
Jumlah unit untuk memperoleh target laba = 105.000
75
Jumlah unit untuk memperoleh target laba = 1400 unit
2. Titik impas dalam rupiah penjualan
Suatu ukuran unit yang terjual dapat dikonversikan menjadi suatu ukuran pendapatan penjualan hanya dengan mengalikan harga jual per unit dengan unit yang terjual. Dalam hal ini, variabel yang penting adalah rupiah penjualan, sehingga pendapatan maupun biaya variabel harus dinyatakan dalam rupiah. Untuk menghitung titik impas dalam rupiah penjualan, biaya variabel didefinisikan sebagai suatu persentase dari penjualan bukan sebagai jumlah unit yang terjual. Dengan menggunakan pendekatan impas dalam unit yang terjual maka, akan diperoleh persamaan impas dalam penjualan rupiah sebagai berikut (Mowen, Hansen, 2005):
Untuk menghitung besarnya pendapatan penjualan untuk memperoleh target laba tertentu, persamaan titik impas yang digunakan adalah sebagai berikut (Mowen, Hansen, 2005):
Rupiah penjualan untuk memperoleh target laba = Biaya Tetap+Target Laba
Contoh (Mowen,Hansen,2005): Laporan laba rugi berdasarkan perhitungan biaya variabel Perusahaan Whittier untuk 1000 mesin pemotong rumput.
Rupiah Persentase Penjualan
Penjualan Biaya variabel Rp 400.000
-325.000 100%
81,25%
Margin kontribusi Biaya tetap 75.000
- 45.000 18,75%
Laba operasi 30.000
Pendapatan penjualan yang harus dihasilkan Whittier untuk mencapai impas sebagai berikut:
Impas dalam rupiah penjualan dengan persamaan laba operasi: Laba operasi= Penjualan – Biaya variabel – Biaya tetap
0 = Penjualan – (Rasio biaya variabel x Penjualan) – Biaya tetap 0 = Penjualan (1 – Rasio biaya variabel) – Biaya tetap
0 = Penjualan (1-0,8125) – Rp 45.000,-
Penjualan (0,1875) = Rp 45.000,-
Penjualan = Rp 240.000,-
Impas dengan menggunakan rumus penjualan impas: Penjualan impas= Rp 45.000,-/0,1875
Penjualan impas= Rp 240.000,-
Contoh (Mowen,Hansen,2005): Asumsi soal sama dengan contoh di atas, Maka pendapatan penjualan yang harus dihasilkan perusahaan Whittier untuk memperoleh laba sebelum pajak Rp 60.000,- adalah:
Rupiah Penjualan untuk memperoleh target laba=
Rp 45000+Rp 60000
0,1875
Rupiah Penjualan untuk memperoleh target laba =
Rp 105.000
0,1875
Penjualan = Rp 560.000,‐
b. Perhitungan Impas dengan Pendekatan Grafik
Perhitungan impas dapat dilakukan juga dengan menentukan titik pertemuan antara garis pendapatan penjualan dengan garis biaya dalam suatu grafik. Titik pertemuan antara garis pendapatan penjualan dengan garis biaya merupakan titik impas. Untuk dapat menentukan titik impas, harus dibuat grafik dengan sumbu datar menunjukkan volume penjualan, sedangkan sumbu tegak menunjukkan biaya dan pendapatan. Jika harga jual produk per satuan sebesar c, kuantitas
produk yang dijual sebesar x, biaya tetap sebesar a dan biaya variabel sebesar b per satuan , untuk volume penjualan sebesar x, maka: Pendapatan penjualan : cx
Biaya variabel : bx
Biaya tetap : a
Contoh (Mulyadi,2001): PT Eliona memproduksi produk A diketahui
informasi sebagai berikut:
Harga jual produk per satuan (c)
= Rp
172.000
Biaya variabel per satuan (b) = Rp 43.000
Biaya tetap per tahun (a) = Rp 77.400.000
Untuk berbagai macam volume penjualan (x) pendapatan penjualan, biaya variabel, biaya tetap dan total biaya disajikan sebagai berikut:
Angka dalam ribuan rupiah
Vol.
Penjualan Pendapatan Penjualan Biaya variabel Biaya tetap Total biaya Laba (Rugi)
x cx bx a a + bx cx – (a + bx)
1.000 Rp 172.000 Rp 43.000 Rp 77.400 Rp 120.400 Rp 51.600
800 137.600 34.400 77.400 111.800 25.800
600 103.200 25.800 77.400 103.200 0
400 68.800 17.200 77.400 94.600 (25.800)
200 34.400 8.600 77.400 86.000 (51.600)
Apabila data di atas disajikan dalam bentuk grafik, maka akan tampak sebagai berikut:
Pendapatan & biaya (juta rupiah)
180 172
Garis pendapatan penjualan
140
Titik impas Daerah laba 120,4
100
Garis total biaya
80
Daerah rugi Garis biaya tetap
40
200 400 600 800 1000
Analisis biaya volume laba sangat mudah bila diterapkan dalam permasalahan produk tunggal. Namun pada kenyataannya, banyak perusahaan yang menghasilkan dan menjual beberapa macam produk dan jasa. Walaupun Analisis Biaya Volume Laba akan terlihat lebih kompleks pada permasalahan multi produk, pengoperasiannya akan sangat sederhana. Dalam permasalahan multi produk, hanya pendekatan persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung titik impas. Dua solusi yang dapat digunakan dalam permasalahan multi produk adalah (Mowen, Hansen, 2005):
1) Solusi pertama yang mungkin adalah dengan melakukan analisis secara terpisah untuk setiap jenis produk. Hal ini mungkin untuk menghitung titik impas secara individu ketika pendapatan diartikan sebagai margin produk. Rumus yang digunakan sama dengan rumus titik impas:
Titik impas dalam unit= Biaya Tetap Harga–Biaya variabel per unit
2) Mengkonversikan permasalahan multi produk ke dalam format analisis biaya volume laba produk tunggal dengan membagi produk ke dalam paket-paket penjualan. Tahapan yang perlu dilakukan adalah:
a. Melakukan asumsi paket penjualan
b. Menghitung Titik impas per paket dengan rumus:
Paket impas = Biaya Tetap
Margin kontribusi per paket
Contoh (Mowen,Hansen,2005): Perusahaan Whittier memutuskan untuk menawarkan dua model mesin pemotong rumput: masin pemotong rumput manual dengan harga jual Rp 400,- dan mesin pemotong rumput otomatis dengan harga jual Rp 800,-. Departemen pemasaran yakin bahwa sebanyak 1200 mesin pemotong rumput manual dan 800 mesin pemotong rumput otomatis dapat dijual tahun depan. Proyeksi laporan laba rugi sebagai berikut:
Mesin Manual Mesin Otomatis
Total
Penjualan Beban variabel
Margin kontribusi Beban tetap langsung
Margin produk Beban tetap umum
Laba operasi Rp480.000
-Rp390.000 Rp640.000
-Rp480.000 Rp1.120.000
-Rp870.000
Rp90.000
-Rp30.000 Rp160.000
-Rp40.000 Rp250.000
-Rp700.000
Rp60.000 Rp120.000 Rp180.000
-Rp26.250
Rp153.750
1) Analisis titik impas secara individu
Margin kontribusi mesin pemotong rumput manual = Rp75 (Rp400 – Rp325). Margin kontribusi pemotong rumput otomatis = Rp200 (Rp800 – Rp600).
Unit impas mesin pemotong rumput manual= Rp 30000/Rp 75
= 400 unit
Unit impas mesin pemotong rumput otomatis= Rp 40000/Rp200
= 200 unit
2) Mengkonversi permasalahan multi produk ke dalam produk tunggal Asumsi bauran penjualan= 1200 : 800 = 12 : 8 = 3 : 2
Berdasarkan data produk individu yang disajikan, nilai paket dapat dihitung sebagai berikut:
Produk Harga variabel Per unit Biaya kontribusi Per unit Margin Penj.
Mesin manual
Mesin otomatis Rp400
Rp800 Rp325
Rp600 Rp75
Rp200
Margin kontribusi per paket:
Margin kontribusi mesin manual= Rp 75 x 3 = Rp 225 Margin kontribusi mesin otomatis= Rp 200 x 2 = Rp 400 Total paket margin kontribusi = Rp 625
Biaya tetap= Rp 96.250
Paket impas = Biaya tetap/ Margin kontribusi per paket
= Rp 96.250/ Rp 625
= 154 paket
Maka Whittier harus menjual 462 (154 paket x 3) mesin pemotong rumput manual dan 308 (2 x 154 paket) mesin pemotong rumput otomatis.
II. 3. Analisis Biaya Volume Laba dan Perhitungan Biaya Berdasarkan Aktivitas
Analisis biaya konvensional mengasumsikan bahwa semua biaya perusahaan dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Selanjutnya biaya diasumsikan sebagai fungsi linier dari volume penjualan. Pembedaan biaya tetap dan variabel ini terlalu menyederhanakan masalah dan tidak sesuai lagi dengan lingkungan manufaktur yang semakin maju (Mowen, Hansen, 2005). Karakteristik biaya produksi dalam lingkungan manufaktur maju ditandai dengan berkurangnya unsur biaya tenaga kerja langsung dan membesarnya biaya overhead pabrik. Di samping itu, teknologi manufaktur maju memungkinkan perusahaan
melakukan diversifikasi produk yang diproduksi dan menyebabkan semakin besarnya proporsi biaya overhead yang tidak berkaitan dengan unit yang diproduksi. Setiap produk yang diproduksi mengkonsumsi biaya overhead per unit dengan proporsi yang berbeda-beda (Mulyadi, 2001).
Pada sistem perhitungan biaya berdasarkan aktivitas, biaya dibagi dalam kategori berdasarkan unit dan nonunit. Sistem perhitungan biaya berdasarkan aktivitas mengakui bahwa beberapa biaya berubah tergantung pada jumlah unit yang diproduksi sedangkan beberapa yang lainnya tidak. Dengan perhitungan berdasarkan aktivitas, analisis biaya volume laba menjadi lebih bermanfaat karena memberikan wawasan yang akurat mengenai perilaku biaya. Persamaan biaya berbasis aktivitas adalah sebagai berikut (Mowen, Hansen, 2005):
Jika digunakan pendekatan laba operasi dapat dinyatakan sebagai berikut:
Pada impas, laba operasi sama dengan nol dan jumlah unit yang harus dijual untuk mencapai impas adalah:
Unit Impas= Bi.Tetap+(Bi.pengaturan×jumlah pengaturan)+(Bi.rekayasa×jumlah jam rekayasa)
Harga–biaya variabel per unit
Contoh (Mowen,Hansen,2005): Perusahaan X ingin menghitung jumlah unit yang harus terjual untuk menghasilkan laba sebelum pajak
Rp 20.000,-. Analisis didasarkan pada data berikut:
Penggerak aktivitas
Biaya variabel Per unit Tingkat Penggerak
Aktivitas
Unit yang terjual Rp10
Pengaturan 1000 20
Jam rekayasa 30 1000
Data lainnya:
Total bi. Tetap (konvensional) Rp 100.000,-
Total biaya tetap (ABC) Rp 50.000,-
Harga jual per unit 20
Dengan menggunakan analisis biaya volume laba, jumlah unit yang terjual untuk menghasilkan laba sebesar Rp 20.000,- adalah:
Jumlah unit= (Rp 20.000,- + Rp 100.000,-)/ (Rp 20 – Rp 10)
= Rp 120.000,-/ Rp 10
= 12.000 unit
Dengan menggunakan persamaan berbasis aktivitas, jumlah unit yang harus terjual untuk menghasilkan laba sebesar Rp 20.000,- adalah sebagai berikut:
Jumlah unit= (Rp 20.000,+ Rp 50.000 + (Rp 1000 x 20) + (Rp 30 x 1000)/
(Rp 20 – Rp 10) = 12.000 unit
Jumlah unit yang harus dijual sama menurut kedua pendekatan. Hal ini dikarenakan kelompok total biaya tetap menurut perhitungan biaya konvensional terdiri dari biaya variabel berdasarkan non unit ditambah biaya
yang tetap tanpa memperhatikan penggerak aktivitas. Sistem perhitungan biaya berdasarkan aktivitas memilah-milah berbagai biaya variabel berdasarkan non unit. Biaya-biaya ini berhubungan dengan tingkat tertentu dari setiap penggerak aktivitas. Selama tingkat aktivitas penggerak biaya berdasarkan non unit tetap sama, maka hasil perhitungan konvensional dan berbasis aktivitas akan sama (Mowen, Hansen, 2005).
Keunggulan analisis biaya volume laba berbasis aktivitas dibandingkan konvensional yaitu dalam metode konvensional sebenarnya tidak semua biaya yang semula digolongkan ke dalam biaya tetap berperilaku tetap. Biaya aktivitas produk dan biaya pengaturan yang tidak berubah secara proporsional dengan perubahan aktivitas unit digolongkan dalam pendekatan konvensional sebagai biaya tetap. Namun, dalam pendekatan berbasis aktivitas, biaya aktivitas produk dan biaya pengaturan merupakan biaya variabel yang berubah sebanding dengan perubahan aktivitas yang bersangkutan dengan biaya tersebut. Oleh karena itu, jika suatu kebijakan menyebabkan perubahan dalam dalam biaya aktivitas produk dan biaya pengaturan, pendekatan berbasis aktivitas mampu mencerminkan akibat perubahan biaya tersebut terhadap impas (Mulyadi, 2001).